Proses Islamisasi di Keraton Sumenep
Sebelum membahas
proses islamisasi di Sumenep, beikut daftar nama raja yang memerintah keraton
Sumenep.
No
|
Nama Raja
|
Tahun
Pemerintahan
|
No.
|
Nama Raja
|
Tahun Pemerintahan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
|
Ario Wiraraja
Ario Bangah
Ario Danurwendo
Ario Asrapati
Panembahan Joharsari
Panembahan Mandaraga
P.Bukabu Wotoprojo
P.Baragung Notoningrat
R. Agung Rawit
Soediningrat II
Panembahan Blongi
Pangeran Adipoday
Pangeran Jokotole
R.Wigonando
P. Siding Putih
R.T. Kanduruwan
P. Wetan dan P. Lor
R.Keduk
|
1269-1292
1292-1301
1301-1311
1311-1319
1319-1331
1339-1348
1348-1358
1358-1366
1366-1386
1386-1399
1399-1415
1415-1460
1460-1502
1502-1556
1559-1562
1562-1567
1567-1574
|
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
|
R. Rajasa
R. Abdullah
P. Anggadipa
Temenggung Jaing
R. Bugan
P.T. Pulong Jiwo dan P. Sepuh
P. Romo
Purwonegoro
P. Jimat
P. Lolos
K. Lesap
R. Ayu Tirtonegoro + Bindara Saod
P. Sumolo Aslu
Pakunataningrat I
Noto Kusumo II
Pakutaningrat II
R. P. Ario P
P. Ario Prabuwinto
|
1574-1589
1589-1626
1626-1644
1644-1648
1648-1672
1672-1678
1678-1709
1709-1721
1721-1744
1744-1749
1749-1750
1750-1762
1762-1811
1811-1854
1854-1879
1879-1901
1901-1926
1926-1929
|
(Abdurrachman:1988:i-ii)
Proses Islamisasi di Madura disebarkan oleh Sunan
giri akan tetapi sebelum itu memang sudah banyak pedagang-pedagang islam(misalnya
dari Gujarat) yang singgah dipelabuhan pantai Madura. Interaksi yang
berpuluh-puluh tahun antara penduduk asli dengan para pedagang sebagai
pendatang tentu membawa pengaruh terhadap kebudayaan dan kepercayaan mereka.
(Abdurrachman:1988:17-18)
Pada sekitar tahun 1330-an yaitu pada awal
pemerintahan Pangeran Joharsari, telah datang seorang mubaliq Islam ke Sumenep.
Menurut cerita Babad Sumenep, mubaliq Islam tersebut disebut dengan nama Rato Pandita. Pada pemerintahan Pangeran
Joharsari yang memerintah Sumenep antara tahun 1319-1331 M, sudah memeluk agama
Islam. Setelah masuk Islam, Pangeran Joharsari merubah gelar menjadi Panembahan. Hal ini dilakukannya sebagai
awal karena dirinya sebagai raja yang pertama kali memeluk Islam untuk contoh
bagi rakyat Sumenep kala itu. Walaupun kenijakan itu diberikan kepada rakyatnya
untuk bebas memeluk agama lainnya yang diyakininya.(Akhmad:2010:6-8).
Berikut ini adalah nama raja-raja Sumenep yang
berperan penting dalam proses penyebaran agama islam di Sumenep,yaitu:
1)
Raden
Mas Pangeran Anggadipa
Dengan membawa Surat Pengangkatan sebagai Bupati
Sumenep, Raden Mas Anggadipa mulai memegang tampuk pemerintahan di Sumenep. Ia
memakai gelar Tumenggung, Adipati dan Pangeran. Di tahun 1639 M ia kemudian
mendirikan masjid di desa Kepanjen Sumenep, dan sampai sekarang dikenal dengan
nama Masegit Lajhu(masjid lama).
Kedatangan Tumenggung Anggadipa membawa perubahan
yang sangat berarti bagi perkembangan agama Islam di wilayah Sumenep. Perubahan
tahun Saka yang berdasarkan peredaran matahari menjadi tahun Jawa berdasarkan
kalender Hijriyah yang dipergunakan umat Islam diterapkan di Sumenep dan
mendapatkan respon positif dari masyarakat. (Tim Penulis Sejarah
Sumenep:2003:17)
2)
Pangeran
Yudanegara
Ia dikenal amat bijak dan arif sehingga tidak mau
menerima laporan dari bawahannya yang hanya bersifat issu dan mengarah kepada
fitnah. Berkat kearifan dan kebijaksanaannya. Ia kemudian dikenang masyarakat
Sumenep, bahkan di Madura. Pengetahuan agama yang didapatkannya di pesantren
benar-benar dijadikan landasan utama dalam mengelola negara.(Tim Penulis
Sejarah Sumenep:2003:19)
3)
Pangeran
Romo atau Pangeran Cokronogoro II
Pangeran Romo memerintah Sumenep pada tahun 1678-1709
M. Pada tahun 1702 M, Pangeran Romo berhasil mempersatukan kembali kepemimpinan
pemerintahan Sumenep secara utuh. Suatu awal keberhasilan Pangeran Romo dalam
menata kembali berbagai keterpurukan pada pemerintahan sebelumnya. Pembangunan
perekonomian, sosial, budaya dan keagamaan terus diadakan perbaikan.
Dalam menghormati jasa para pemimpin Sumenep yang
telah mendahuluinya, maka sekitar tahun 1695 M, Pangeran Romo membangun
pasarean di Asta Tinggi. Pembangunan Asta tinggi bertujuan untuk mengingatkan
pada generasi selanjutnya, termasuk juga masyarakat Sumenep, akan perjuangan
pada leluhur dalam membangun dan memperjuangkan Sumenep tempo
dulu.(Akhmad:2010:34)
4)
R.
Bendara Moh. Saud
R. Tirtonegoro Saud berpangkat Tumenggung. Ia
memerintah Sumenep antara tahun 1750-1762 M. Sebagai orang yang sebelumnya
datang dari kalangan ulama, setelah menjabat adipati Sumenep, Bendaha Mohammad
saud tetap menjalankan roda pemerintahan Sumenep pada ajaran yang tidak
menyimpang dari tuntutan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Sehingga walaupun
menjadi adipati Bendahara Muhammad Saud tetap sebagai pribadi yang suka
menyebarkan agama Islam, dan mendapat julukan waliullah.(Akhmad:2010:43)
5) Pangeran Notokusumo I Asiruddin
Pangeran Notokusumo I Asiruddin atau Panembahan
Sumolo mempunyai pengetahuan agama Islam yang sangat luas dan mendalam sesuai
dengan kebutuhan masyarakat Sumenep pada saat itu. Didalam menjalankan roda
pemerintahan, Panembahan Sumolo sangat berhati-hati sekali takut sampai
melanggar norma-norma agama serta merugikan rakyat. Ketaatannya pada agama
Islam diwujudkan dalam membangun masjid. Pembangunan masjid tersebut dilakukan
pada tahun 1778-1787 M, yang kemudian dikenal dengan nama Masjid Agung
Sumenep.( Akhmad:2010:44)
6)
Sultan
Abdurrahman
Sultan Abdurrahman ahli dalam berbagai ilmu,
termasuk Ilmu agama Islam. Keahlian dalam bidang agama mewarisi sifat kakeknya
Bindara Saud dan ayahnya sendiri yaitu Panembahan Sumolo Asiruddin. Keperdulian
terhadap perkembangan agama Islam yang menjadi tanggung jawabnya, dibuktikan
dengan menulis Al-qur’an oleh tangan Sultan Abdurrahman sendiri yang
diselesaikan waktu satu malam dan sampai saat ini Al-Qur’an tersebut berada di
keraton Sumenep.
Ø Berakhirnya Masa Keraton Sumenep
Sesuai dengan ramalam dari K. Abd Rahman (K. Raba)
Pademawu Pamekasan guru dari K. Abdullah, juga ramalan dari K. Abdullah orang
tua dari R. Moh Saud, serta ramalan dari K. Pekkeh guru dari Bendara Saud dari
Desa Lembung Barat, tentang tujuh turunan Bendara Saud yang akan menjadi raja.
Berarti dengan demikian terbukti sudah, yaitu yang terakhir pada masa R. Ario
Prabuwinoto.
Karena setelah generasi ketujuh Bendara Saud,
pemerintahan Sumenep oleh VOC Belanda diganti Bupati. Sebagai penerusnya
diangkat R. Samadikun, berasal dari keturunan Kanoman Surabaya sekaligus
mengakhiri masa keraton Sumenep dan diganti dengan Kabupaten Sumenep. Selain
dari ramalan tersebut faktor utama runtuhnya keraton ini karena pengaruh iklim
pada tahun 1929, yang menyebabkan tanah untuk dana keraton habis dan akhirnya
semua dipasrahkan kepada pemerintahan daerah.(Akhmad:2010:51)
Peninggalan Keraton Sumenep
Peninggalan
keraton Sumenep yaitu:
1)
Keraton Sumenep
Keraton dibangun oleh Panembahan Notokusumo I
Asirudin pada tahun 1764-1767 M.
Nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pembangunan keraton adalah
simbol dan mempunyai makna, bagaimana manusia dilahirkan ke muka bumi, yaitu
sebagai kholifah di muka bumi. Semua manusia akan menjadi pemimpin ataupun ada
yang dipimpin adalah fitrah yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban.
Didalam keraton Sumenep terdapat taman sare’ yang
memiliki tiga pintu. Untuk pintu yang pertama dipercaya membuat awet muda dan
dipermudah mendapatkan jodoh dan keturunan. Pintu yang kedua dipercaya dapat
meningkatkan karir dan kepangkatan dan pintu yang ketiga dipercaya dapat
meningkatkan iman dan ketakwaan.
Gambar Keraton Sumenep
Gambar Taman Sare'
2)
Masjid
Masjid adalah tempat melakukan ibadah kepada Allah
SWT. Menandakan segala bentuk ketertundukan manusia kepada kekuasaan Allah SWT.
Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya pertolongan kekuatan Allah SWT.
Peninggalan masjid keraton Sumenep adalah masjid lama kepanjen dan masjid jamik
Sumenep atau masjid Agung Sumenep.(Akhmad:2003:27-28)
3)
Asta Tinggi
Asta tinggi terletak didesa kebonagung kota
kabupaten Sumenep yang berdiri sejak abad XVI Masehi. Asta Tinggi adalah areal
pemakaman raja-raja Sumenep. Asta Tinggi adalah tempat peristirahatan terakhir
para raja Sumenep yang diletakkan ditempat yang tinggi(diatas bukit)
Dalam babad Sumenep banyak diceritakan tentang
kekeramatan Asta Tinggi yang sangat identik dengan keangkeran yang mempunyai
nilai mistis tinggi. Kekeramatan dan keunikan arsitektur Asta Tinggi memiliki
daya tarik spiritual tinggi sehingga dikenal masyarakat luas sebagai salah satu
tempat tujuan wisata religi atau ziarah. Kekeramtan Asta Tinggi tidak hanya
sebatas pada pangkat rajanya akan tetapi lebih dari itu semua karena
kewaliannya.(Akhmad:2010:19-20)
Daftar Rujukan
Abdurachman.1988. Sejarah Madura
Selayang Pandang. Sumenep: Barokah.
Akhmad, B. 2010. Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh di Dalamnya.
Sumenep: Barokah.
Tim Penulis Sejarah Sumenep. 2003. Sejarah Sumenep. Makalah disajikan dalam
Seminar Buku Penulisan Sejarah Sumenep, diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Sumenep, Rabu 10 Desember 2003. Pendopo Agung Sumenep.